Pandangan Islam Terhadap LGBT |
Abad Khilafah. Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan
orientasi seksual yang bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan
adat masyarakat Indonesia. Menurut wikipedia, lesbian adalah istilah
bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama
perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai
perempuan baik secara fisik, seksual, emosional, atau secara spiritual.
Sedangkan Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk
orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual. Sedikit berbeda dengan
bisexual, biseksual (bisexual) adalah individu yang dapat
menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis
kelamin baik pria ataupun wanita (kamuskesehatan.com). Lalu bagaimana
dengan Transgender? Masih menurut wikipedia, transgender merupakan
ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang
ditunjuk kepada dirinya. Seseorang yang transgender dapat
mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual,
biseksual maupun aseksual. Dari semua definisi diatas walaupun berbeda
dari sisi pemenuhan seksualnya, akan tetapi kesamaanya adalah mereka
memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun biologis dan orientasi
seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa juga dengan
sesama jenis.
Walaupun kelompok LGBT mengklaim keberadaannya karena faktor genetis
dengan teori “Gay Gene” yang diusung oleh Dean Hamer pada tahun 1993.
Akan tetapi, Dean sebagai seorang gay kemudian meruntuhkan sendiri hasil
risetnya. Dean mengakui risetnya itu tak mendukung bahwa gen adalah
faktor utama/yang menentukan yang melahirkan homoseksualitas. Perbuatan
LGBT sendiri ditolak oleh semua agama bahkan dianggap sebagai perbuatan
yang menjijikan, tindakan bejat, dan keji (republika.co.id, 26/01/2016).
Pandangan Islam
Dalam Islam LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam, karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam adalah kaum yang pertama kali melakukan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ
أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ
الْعَالَمِينَ ( ) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ
النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ ( )
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)
Sedangkan Sihaaq (lesbian) adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam berhubungan tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, Juz 4/hal. 51).
Hukum Sihaaq (lesbian) sebagaimana dijelaskan oleh Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy Al-Mulky (Hukmu al liwath wa al Sihaaq, hal. 13) adalah haram berdasarkan dalil
hadits Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no.
338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
«لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى
عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ
يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى
الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ».
“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain”
Terhadap pelaku homoseks, Allah swt dan Rasulullah saw benar-benar
melaknat perbuatan tersebut. Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy -Rahimahullah- dalam Kitabnya “Al-Kabair” [hal.40] telah memasukan homoseks sebagai
dosa yang besar dan beliau berkata: “Sungguh Allah telah menyebutkan
kepada kita kisah kaum Luth dalam beberapa tempat dalam Al-Qur’an Al-Aziz,
Allah telah membinasakan mereka akibat perbuatan keji mereka. Kaum
muslimin dan selain mereka dari kalangan pemeluk agama yang ada,
bersepakat bahwa homoseks termasuk dosa besar”.
Hal ini ditunjukkan bagaimana Allah swt menghukum kaum Nabi Luth yang
melakukan penyimpangan dengan azab yang sangat besar dan dahsyat,
membalikan tanah tempat tinggal mereka, dan diakhiri hujanan batu yang
membumihanguskan mereka, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hijr ayat
74:
فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيل.
“Maka kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”
Sebenarnya secara fitrah, manusia diciptakan oleh Allah swt berikut
dengan dorongan jasmani dan nalurinya. Salah satu dorongan naluri adalah
naluri melestarikan keturunan (gharizatu al na’u) yang
diantara manifestasinya adalah rasa cinta dan dorongan seksual antara
lawan jenis (pria dan wanita). Pandangan pria terhadap wanita begitupun
wanita terhadap pria adalah pandangan untuk melestarikan keturunan bukan
pandangan seksual semata. Tujuan diciptakan naluri ini adalah untuk
melestarikan keturunan dan hanya bisa dilakukan diantara pasangan suami
istri. Bagaimana jadinya jika naluri melestarikan keturunan ini akan
terwujud dengan hubungan sesama jenis? Dari sini jelas sekali bahwa
homoseks bertentangan dengan fitrah manusia.
Oleh karena itu, sudah dipastikan akar masalah munculnya penyimpangan
kaum LGBT saat ini adalah karena ideologi sekularisme yang dianut
kebanyakan masyarakat Indonesia. Sekularisme adalah ideologi yang
memisahkan agama dari kehidupan (fash al ddin ‘an al hayah).
Masyarakat sekular memandang pria ataupun wanita hanya sebatas
hubungan seksual semata. Oleh karena itu, mereka dengan sengaja
menciptakan fakta-fakta yang terindera dan pikiran-pikiran yang
mengundang hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam rangka
membangkitkan naluri seksual, semata-mata mencari pemuasan. Mereka
menganggap tiadanya pemuasan naluri ini akan mengakibatkan bahaya pada
manusia, baik secara fisik, psikis, maupun akalnya. Tindakan tersebut
merupakan suatu keharusan karena sudah menjadi bagian dari sistem dan
gaya hidup mereka (al Nizham al Ijtima’i fi al Islam, hal. 22).
Tidak puas dengan lawan jenis, akhirnya pikiran liarnya berusaha
mencari pemuasan melalui sesama jenis bahkan dengan hewan sekalipun, dan
hal ini merupakan kebebasan bagi mereka. Benarlah Allah swt berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ
كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا
وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ
بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (TQS Al ‘Araf : 179)
Hukuman Bagi Para Pelaku LGBT
Pemberlakuan hukuman dalam Islam bertujuan untuk menjadikan manusia
selayaknya manusia dan menjaga kelestarian masyarakat. Syariat Islam
telah menetapkan tujuan-tujuan luhur yang dilekatkan pada
hukum-hukumnya. Tujuan luhur tersebut mencakup; pemeliharaan atas
keturunan (al muhafazhatu ‘ala an nasl), pemeliharaan atas akal (al muhafazhatu ‘ala al ‘aql), pemeliharaan atas kemuliaan (al muhafazhatu ‘ala al karamah), pemeliharaan atas jiwa (al muhafazhatu ‘ala an nafs), pemeliharaan atas harta (al muhafazhatu ‘ala an al maal), pemeliharaan atas agama (al muhafazhatu ‘ala al diin), pemeliharaan atas ketentraman/keamanan (al muhafazhatu ‘ala al amn), pemeliharaan atas negara (al muhafazhatu ‘ala al daulah) (Muhammad Husain Abdullah, hal. 100).
Dalam rangka memelihara keturunan manusia dan nasabnya, Islam telah
mengharamkan zina, gay, lesbian dan penyimpangan seks lainnya serta
Islam mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya. Hal ini
bertujuan untuk menjaga lestarinya kesucian dari sebuah keturunan.
Berkaitan dengan hukuman pagi para pelaku LGBT, beberapa ulama berbeda
pendapat. Akan tetapi, kesimpulannya para pelaku tetap ahrus diberikan
hukuman. Tinggal nanti bagaimana khalifah menetapkan hukum mana yang
dipilih sebagai konstitusi negara (al Khilafah).Ulama berselisih pendapat tentang hukuman bagi orang yang berbuat liwath. Diantara beberapa pendapat tentang hukuman bagi pelaku liwath diantaranya:
Pertama, Hukumannya adalah dengan dibunuh, baik pelaku (fa’il) maupun obyek (maf’ul bih) bila keduanya telah baligh. Berkata Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah dalam “Ad-Darariy Al-Mudhiyah” (hal. 371-372): Adapun keberadaannya orang yang mengerjakan perbuatan liwath dengan dzakar (penis)nya hukumannya adalah dibunuh, meskipun yang melakukannya belum menikah, sama saja baik itu fa’il (pelaku) maupun maf’ul bih. Telah mengkabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad, dari ‘Amr ibnu Abi ‘Amr,dari Ikrimah, dari Ibu Abbas, berkata Rasulullah SAW:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Barangsiapa yang kalian mendapati melakukan perbuatan kaum Luth (liwath), maka bunuhlah fa’il (pelaku) dan maf’ul bih (partner)nya
Kedua, Hukumannya dirajam, hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dari Ali bahwa dia pernah merajam orang yang berbuatliwath. Imam Syafi’y mengatakan: “Berdasarkan dalil ini, maka kita menggunakan rajam untuk menghukum orang yang berbuat liwath, baik itu muhshon (sudah menikah) atau selain muhshon. Hal ini senada dengan Al-Baghawi, kemudian Abu Dawud [dalam “Al-Hudud” Bab 28] dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dari Ibnu Abbas: Yang belum menikah apabila didapati melakukan liwathmaka dirajam (Lihat “Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, hal. 371).
Ketiga, hukumannya sama dengan hukuman
berzina. Pendapat ini seperti ini disampaikan oleh Sa’id bin Musayyab,
Atha’ bin Abi Rabbah, Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Imam
Yahya dan Imam Syafi’i (dalam pendapat yang lain), mengatakan bahwa
hukuman bagi yang melakukan liwath sebagaimana hukuman zina. Jika pelaku liwath muhshon maka dirajam, dan jika bukan muhson dijilid (dicambuk) dan diasingkan. [“Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, (hal. 371)].
Keempat, hukumannya dengan ta’zir, sebagaimana telah berkata Abu Hanifah: Hukuman bagi yang melakukan liwath adalah di-ta’zir, bukan dijilid (cambuk) dan bukan pula dirajam [“Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, (hal. 372)]. Abu Hanifah memandang perilaku homoseksual cukup dengan ta‘zir.
Hukuman jenis ini tidak harus dilakukan secara fisik, tetapi bisa
melalui penyuluhan atau terapi psikologis agar bisa pulih kembali.
Bahkan, Abu Hanifah menganggap perilaku homoseksual bukan masuk pada definisi zina, karena zina hanya dilakukan pada vagina (qubul), tidak pada dubur (sodomi) sebagaimana dilakukan oleh kaum homoseksual. (Ahkam As-Syar’iyyah, Darul Ifaq Al-Jadidah).
Sedangkan bagi para pelaku lesbian, hukumannya adalah ta’zir. Al-Imam Malik Rahimahullah berpendapat bahwa wanita yang melakukan sihaq, hukumannya dicambuk seratus kali. Jumhur ulama berpendapat bahwa wanita yang melakukan sihaq tidak ada hadd baginya, hanya saja ia di-ta‘zir, karena hanya melakukan hubungan yang memang tidak bisa dengan dukhul (menjima’i pada farji), dia tidak akan di-hadd sebagaimana laki-laki yang melakukan hubungan dengan wanita tanpa adanya dukhul pada farji, maka tidak ada had baginya. Dan ini adalah pendapat yang rojih (yang benar) [Lihat “Shohih Fiqhus Sunnah” Juz 4/Hal. 51)].
Sebenarnya sanksi yang dijatuhkan di dunia ini bagi si pendosa akan
mengakibatkan gugurnya siksa di akhirat. Tentu saja hukuman di akhirat
akan lebih dahsyat dan kekal dibandingkan sanksi yang dilakukan di
dunia. Itulah alasan mengapa sanksi – sanksi dalam Islam berfungsi
sebagai pencegah (jawazir) dan penebus (jawabir).
Disebut pencegah karena akan mencegah orang lain melakukan tindakan dosa
semisal, sedangkan dikatakan penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan
menggugurkan sanksi di akhirat (Muhammad Husain Abdullah, hal. 159).
Kesimpulan
Perlu menjadi kesadaran bagi umat Islam di Indonesia, bahwa LGBT
merupakan penyimpangan orientasi seksual yang dilarang oleh semua agama
terlebih lagi Islam. Selain karena perbuatan keji ini akan merusak
kelestarian manusia, yang lebih penting Allah swt dan Rasulullah
melaknat perbuatan kaum Nabi Luth ini. Oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban bagi umat Islam untuk melawan segala jenis opini yang seolah
atas nama HAM membela kaum LGBT akan tetapi sesungguhnya mereka membawa
manusia menuju kerusakan yang lebih parah.
Disinilah urgensitas penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah
Islam dengan seperangkat aturan dan konsep dalam mengatur hubungan
diantara pria dan wanita. Aturan Islam akan senantiasa membentuk
ketaqwaan individu, memberi dorongan kepada masyarakat untuk saling
menasihati dan menciptakan lingkungan Islami serta negara yang menindak
tegas para pelaku LGBT sebagai fungsi pencegah dan penebus dosa. [AJ]
Oleh: Ahmad Jaelani, MA (Anggota Lajnah Tsaqafiyyah DPP HTI)
Daftar bacaan
- Abdullah, Muhammad Husain, 1990. Dirasat fi al fikr al Islamiy, Dar al Bayariq
- An Nabhani, Syaikh Taqiyuddin, 2003. Al Nizham al Ijtima’i fii al Islam, Beirut: Dar al Ummah, cet. IV
- Al-Mulky, Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy, Hukm al liwath wa al sihaaq, Yaman: Dammaj-Sha’dah
- Sabiq, Sayyid, 2000. Fiqhus Sunnah (terj), Kairo: Dar al Fath Lil I’lam Al ‘arobi, cet. I
- co.id, diakses 26/01/2016
http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt/
Post a Comment