Abad Khilafah. Total utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar US$ 316 miliar atau setara Rp 4.205 triliun per November 2016.
Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri bertambah US$ 5,7 miliar atau setara Rp 75,8 triliun (kurs rata-rata: Rp 13.307) sepanjang Januari-November 2016. Dengan penambahan tersebut, maka posisi utang luar negeri menjadi US$ 316 miliar atau setara Rp 4.205 triliun.
Utang luar negeri didominasi sektor swasta sebesar US$ 161,5 miliar dan sisanya sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$ 154,5 miliar. Ini artinya, sebesar 51,1 persen utang luar negeri Indonesia merupakan milik swasta.
Meski utang luar negeri swasta masih mendominasi, BI memaparkan, utang di sektor ini terus mengalami penurunan. Pada Oktober, utang turun 2 persen secara tahunan, lalu tercatat turun 3,4 persen per November 2016.
Pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor publik juga melambat, dari 17 persen per Oktober menjadi 12,1 persen per November. Dengan perkembangan ini, secara tahunan, pertumbuhan utang luar negeri cuma tumbuh 3,6 persen per November, melambat dibanding 6,5 persen per Oktober.
Dari segi jangka waktu jatuh tempo, utang luar negeri masih didominasi utang berjangka panjang yaitu sebesar US$ 274,1 miliar atau 86,7 persen dari total utang. Rinciannya, sebesar US$ 153,7 miliar utang jangka panjang milik publik dan US$ 120,4 miliar milik swasta.
Adapun menurut sektor ekonomi, utang luar negeri swasta pada akhir November 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Porsi utang keempat sektor tersebut terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 76,8 persen. Meski begitu, utang luar negeri ke sektor keuangan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih mencatatkan pertumbuhan negatif, sementara utang luar negeri sektor industri pengolahan tumbuh melambat.
Melihat perkembangan ini, BI menilai utang luar negeri pada November 2016 masih cukup sehat, namun tetap mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. “Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN (utang luar negeri), khususnya ULN sektor swasta,” demikian tertulis dalam siaran pers yang dilansir BI, Senin (16/1).
Pemantauan tersebut dilakukan guna memastikan utang luar negeri dapat berperan optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi. (katadata.co.id, 17/1/2017)
Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri bertambah US$ 5,7 miliar atau setara Rp 75,8 triliun (kurs rata-rata: Rp 13.307) sepanjang Januari-November 2016. Dengan penambahan tersebut, maka posisi utang luar negeri menjadi US$ 316 miliar atau setara Rp 4.205 triliun.
Utang luar negeri didominasi sektor swasta sebesar US$ 161,5 miliar dan sisanya sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$ 154,5 miliar. Ini artinya, sebesar 51,1 persen utang luar negeri Indonesia merupakan milik swasta.
Meski utang luar negeri swasta masih mendominasi, BI memaparkan, utang di sektor ini terus mengalami penurunan. Pada Oktober, utang turun 2 persen secara tahunan, lalu tercatat turun 3,4 persen per November 2016.
Pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor publik juga melambat, dari 17 persen per Oktober menjadi 12,1 persen per November. Dengan perkembangan ini, secara tahunan, pertumbuhan utang luar negeri cuma tumbuh 3,6 persen per November, melambat dibanding 6,5 persen per Oktober.
Dari segi jangka waktu jatuh tempo, utang luar negeri masih didominasi utang berjangka panjang yaitu sebesar US$ 274,1 miliar atau 86,7 persen dari total utang. Rinciannya, sebesar US$ 153,7 miliar utang jangka panjang milik publik dan US$ 120,4 miliar milik swasta.
Adapun menurut sektor ekonomi, utang luar negeri swasta pada akhir November 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Porsi utang keempat sektor tersebut terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 76,8 persen. Meski begitu, utang luar negeri ke sektor keuangan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih mencatatkan pertumbuhan negatif, sementara utang luar negeri sektor industri pengolahan tumbuh melambat.
Melihat perkembangan ini, BI menilai utang luar negeri pada November 2016 masih cukup sehat, namun tetap mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. “Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN (utang luar negeri), khususnya ULN sektor swasta,” demikian tertulis dalam siaran pers yang dilansir BI, Senin (16/1).
Pemantauan tersebut dilakukan guna memastikan utang luar negeri dapat berperan optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi. (katadata.co.id, 17/1/2017)
Post a Comment